
ESENSI7.COM MAMUJU-
Pemilu 2024 telah selesai, tetapi Pilu pemilu belum usai,
hal inilah yang dirasakan oleh Puluhan Mahasiswa Dari Kampus PTN dan PTS di
sulawesi barat penerima jalur beasiswa aspirasi, terkait pengalamannya menjadi
saksi salah satu calon anggota DPD RI yang terafiliasi secara politik dengan
salah satu calon DPR-RI dari partai biru tua, tetapi tidak menerima upah kerja
(Honor Saksi).
Upah kerja yang diakomodasikan oleh partai biasanya
rata-rata 200 hingga 500 ribu rupiah, untuk sekali kerja pengawasan, akomodasi
itu diperuntukan untuk waktu kerja, transportasi, dan konsumsi saksi partai di
TPS.
Tetapi malang tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih.
Puluhan saksi partai yang tersebar dari polman hingga Pasangkayu, ternyata
memiliki Honor yang berbeda-beda dimulai dari 40.000 hingga 100.000 rupiah,
bahkan ada ada banyak diantaranya yang
tidak diberikan insentif sama sekali. padahal saksi partai pemilu 2024,
memilih kerja yang lebih ekstra, bahkan rata-rata hingga 12 jam kerja, beberapa
diantaranya harus menetap di TPS dari pukul 07:00 WITA pada 14 februari hingga
keesokan harinya 15 Februari.
Salah satu saksi yang kami wawancarai Minha (Nama samaran)
(23 tahun), mengatakan bahwa upah kerja sebagai saksi partai biru tua, tidak
diberikan lantaran Jatah beasiswa aspirasi, “Upah kerja, selama menjadi saksi
tidak diberikan, karena katanya kami adalah penerima beasiswa.” ucap
minha.
Hal ini senada dengan apa yang disampaikan RU asal mamasa,
bahkan menurutnya ada puluhan penerima KIP jalur Aspirasi yang menjadi relawan
saksi Partai Biru Tua di TPS juga memiliki respon yang sama. “banyak sekali
yang tidak mendapat jatah insentif, karena katanya kami adalah penerima
beasiswa” ucap RU
Padahal Beasiswa aspirasi bersumber dari Anggaran Pendapatan
belanja negara (APBN), yang diperuntukan untuk mahasiswa berprestasi dan
mahasiswa yang tidak mampu, dibawah naungan kementrian kebudayaan dan
Pendidikan (kemendikbud).
Upaya politisasi APBN untuk kepentingan elektoral Politisi
adalah praktik klientelisme. Serta Pengerahan tenaga kerja yang tidak diupah
adalah bentuk lain dari eksploitasi pekerja.
Ada banyak mahasiswa yang mendapat beasiswa aspirasi yang
tersebar baik PTN Dan PTS Sesulawesi barat, dan diantaranya bahkan mendapat
ancaman, bahwa apabila tidak terlibat sebagai saksi calon tersebut, maka
beasiswa aspirasinya akan dicabut. Menurut keterangan RU (saksi partai biru
tua)
RU mengatakan bahwa ada banyak kawan-kawan yang terlibat
sebagai saksi di TPS, mulai dari Polman hingga Mamuju Tengah, tetapi tidak
mendapatkan upah, Beberapa mahasiswa bahkan tidak berdaya menolak pengerahan
untuk menjadi saksi partai oleh beberapa simpatisan dari kampus penerima
beasiswa aspirasi, maupun partisan dan timses partai biru tua, dikarena ancaman
dan kekhawatiran terkait pemutusan beasiswa.
Hal ini juga menjadi ketakutan RA(21) Asal Kabupaten
Polewali Mandar, yang terpaksa bersuka rela sehari-semalam untuk menjadi saksi
partai biru tua, karena ketakutan akan dicabut beasiswanya dikampus. Bahkan
mahasiswa yang kami mintai keterangan sebelumnya memiliki kekhawatiran yang
sama.
Salah seorang mahasiswa atas nama (RD) asal kabupaten
mamasa, justru mendapat intimidasi bahwa
apabila calon legislatif yang diusung oleh partai biru tua tidak terpilih maka
beasiswa RD akan dicabut.
Menurut salah-satu dosen ilmu politik Unsulbar. Beasiswa KIP
bersumber dari anggaran publik yang disahkan dalam APBN, bukan bersumber dari
kantung pribadi calon tertentu. Beasiswa
KIP hanya akan dicabut melalui berbagai faktor yang sama sekali tidak ada
hubungannya dengan politik praktis. Dan anggota dpr, apalagi partai dan timses
tidak memiliki wewenang untuk mencabutnya hanya karena penerima tidak
memberikan suara kepada mereka. Jika benar ada, sebaiknya ancaman seperti tidak
perlu digubris.”
Dilain hal Ketua DPD IMM Sulawesi barat (Albar), juga
menuturkan padangan bahwa politisasi Beasiswa untuk kepentingan elektabilitas
personal adalah praktik klientelisme secara substansi, hanya praktik money
politik seperti ini tidak dikategorikan sebagai pelanggaran pemilu oleh bawaslu.
“Jikalau benar, telah terjadi pengerahan tenaga kerja skala
besar sesulbar, untuk menjadi saksi di TPS, dan tidak diberikan upah. Maka ini
berbahaya, siapa saja yang sadar, mesti tersinggung.” Tutup Albar
LEAVE A REPLY